Sunday 13 January 2013

Menjadi Bagus Dalam Menulis


Jadilah bagus dalam menulis. Kuasai. Lakukan yang terbaik.

Kunci dari menjadi bagus dalam menulis adalah dengan melakukan yang buruk pada awalnya. Pada saat kita mencoba keahlian atau hobi yang baru, maka awalnya kita akan melakukannya dengan kurang bagus, bukan?

Ya, kita akan merasakan sangat sulit diawal. Namun lama-kelamaan kita menekuninya, kita akan menjadi bagus dalam hal itu.

Contohnya: Awal saya mengenal dunia penulisan sekitar tahun 2005, saya menulis acak-acakan karena tidak mempunyai pengalaman sama sekali. Saya menulis hanya keasyikan saja bukan untuk diterbitkan.

Namun kemudian saya sadar bahwa saya harus menerbitkan tulisan saya. Saya harus belajar dan berlatih menulis yang banyak agar tulisa saya bagus dan bisa dinikmati banyak orang.

Kemudian saya memilih untuk menjadi bagus dalam bidang ini, dunia penulisan ini. Saya mulai mengikuti banyak pelatihan menulis, dan membeli buku tentang kiat menulis, dan berlatih terus-menerus.

Saya sepakat dengan Anthony Robbins, Guru Sukses dan pencapaian. Ia berpendapat bahwa agar menjadi ahli dalam sesuatu bidang, kita harus melakukan: ” Massive Action “.

Ya, Kita Bisa Memutuskan untuk Menjadi Bagus Dalam Hal Apa Saja yang Kita Inginkan Asal Ada Kemauan Untuk Belajar dan Praktek yang Massiv, yang Banyak.

Dengan melakukan tindakan yang sangat banyak, maka dengan awal yang tidak bagus sekalipun kita akan berkembang dan pelan pelan menjadi bagus. Apakah Anda sepakat dengan pernyataan ini?

Banyak orang takut memulai sesuatu karena mereka takut berbuat kesalahan, takut gagal, takut ditolak. Padahal jika mereka ingin bagus dalam hal itu mereka harus melakukannya terlebih dahulu, mau kelihatan buruk, terus melakukannya maka lama lama mereka akan merubah dirinya dan akan menjadi bagus.

Begitu juga dalam menulis, Anda juga bisa menjadi bagus dalam menulis bahkan menjadi sangat bagus! Caranya adalah dengan terus berubah, terus lakukan, terus cari cara untuk melakukannya lebih baik lagi. Jangan takut kelihatan jelek, lakukan yang banyak. Lagi dan lagi dan lagi.

Dibalik kesuksesan besar ada “banyak melakukan”, kerja massiv.

Jika anda mau menulis dengan sangat banyak, maka anda akan menjadi lebih baik, lebih baik lagi dan sangat baik dalam menulis. Anda akan menulis satu, dua, tiga buku impian Anda. Anda akan merasakan kenikmatan. Anda akan menarik banyak keuntungan dalam hidup Anda. Anda akan menjadi sangat beruntung!

Ikuti Kursus Menulis Buku di Sekolah Menulis Online www.caramenulisbuku.com.

Berikut ini adalah contoh blog pemula tentang: Kursus Menulis Buku

Tuesday 8 January 2013

Inikah Lebaran?


Oleh: Pak Udin

Siang sudah menyeringai. Pasar penuh sesak. Ibu-ibu membawa anak-anaknya ke pasar. Bapak-bapak duduk di tempat parkir rela menunggu keluarga mereka belanja untuk lebaran. Makin terakhir makin rame suasana pasar. 

Aku mengulas senyum, senyum yang sempat terlipat beberapa hari belakangan ini. Dari sampingku suara klakson menyeruak.

“Bapak nunggu di parkir kiri ya, ma!”
“Ya, Pa. Mama belanja nggak lama kok”

Belanja? Inilah tradisi menyambut lebaran di Indonesia dan mungkin di dunia mulsim lainnya. Setumpuk tanya mengamuk dikepala. Aku yang masih melongo benar-benar dibiarkan tolol sendiri untuk mengisi teka-teki ini. Mengapa?

Aku merasa baru sejenak berjalan beberapa langkah menerobos lautan manusia di tengah pasar. Sedikit kejut. Seorang istri menjinjing seabrek belanja. Aku hanya diam dalam heran. Dia tuangkan nafsu dan sebentuk hasratnya yang sekarang telah berbentuk setumpuk kain dan baju, berpuluh-puluh toples kue (semua sangat asing di mata-sederhanaku), empat botol sirup dan seabreg belanjaan lainnya. Senyum mengalun di tiap kalimatnya. “Ayo nak, tolong bantu ibu angkat toples itu”.

Ia berlagak seperti para wanita kaya, padahal di desa suaminya seorang nelayan.

Pandangan orang-orang menerawang, otak mengawang, Jelas mereka sedang membayang hari lebaran.
Aku terus menyusuri pasar. Hendak menuju rumah kawan. Sejenak lagi obrolan “konsumeristik” menyentil telingaku.

“Sudah bu, cukup belanjanya, ”
“Lho, bukannya Bapak sendiri yang menyuruh belanja, gimana sih?”
“Aku?!” Suara suaminya tersendat di kerongkongan. Tidak bisa bicara banyak. Sang ibu terus saja menawarkan harga.

Aku terus berjalan berhimpit-himpitan bahu dengan manusia di tengah pasar. Satu lagi obrolan menjelang lebaran mampir di telingaku.

“Oh ya, ini tadi harganya berapa, ada diskonnya, kan?” Seorang Istri merogoh tas lalu mengambil empat uang ratus ribu. “Pa, ternyata masih jauh lebih murah dari yang aku kira, ya.” Sang istri melirik suaminya sambil membayar ke kasir. 

Sang suami hanya ngangguk-ngangguk. Tak tau apa yang ada di pikirannya...
Aku hanya terlongo sambil jalan. Hmm ibu-ibu memang begitu. 

Tiba-tiba otakku macet. Tak berhasrat bertukar syaraf. Apa atau siapa yang sekarang patut disalahkan. Inikah lebaran? 

Sekali lagi, aku hanya bisa mengerenyitkan dahi. Hatiku benar-benar risau....